Senin, 19 Februari 2018

PENGAMANAN KEJAHATAN SELAT MALAKA ANTARA INDONESIA, MALAYSIA, DAN SINGAPURA DARI AKTIVITAS PEMBAJAKAN LAUT

Pada era globalisasi seperti saat ini hubungan yang dilakukan oleh manusia tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini didukung oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat, dimana tidak ada lagi batas pemisah yang menghalangi, baik pemisah secara geografis maupun politis. Meskipun demikian untuk mengukuhkan eksistensinya, pembatas yang memisahkan suatu negara dengan negara lain masih harus dipertahankan dan harus dihormati oleh semua pihak baik negara lain, organisasi internasional ataupun individu karena merupakan tempat dimana kedaulatan serta identitas suatu negara berada. Pembatasan ini merupakan penegasan dari wilayah yang dimiliki oleh suatu negara terhadap pihak-pihak lain.
Wilayah menjadi unsur yang vital/utama bagi berdirinya sebuah negara, hal ini berhubungan dengan integrasi yang dilakukan oleh negara demi mencapai persatuan yang kuat. Integrasi secara etimologis dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan bagian-bagian/unit-unit menjadi satu kesatuan. Ada dua macam integrasi yang harus dipenuhi oleh sebuah negara yaitu intergrasi politik dan intergrasi wilayah dimana integrasi politik adalah persatuan dari seluruh lembaga politik yang berada dalam negara tersebut dalam menjalankan pemerintahan serta kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan integrasi teritorial berkaitan dengan kedaulatan wilayah yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan mencakup wilayah daratan, perairan dan udara. Dimana pada wilayah ini merupakan tempat bermukim dari penduduk serta berlangsungnya kegiatan administratif pemerintahan negara. “Wilayah merupakan aspek penting dalam pengakuan atas suatu negara secara de facto” dimana sebuah negara akan diakui eksistensinya apabila ia telah mempunyai sebuah wilayah yang secara definitif ditempati oleh bangsa yang bersangkutan sebagai berlangsungnya kegiatan pemerintahan negara tersebut.

Dengan berakhirnya perang dingin telah membuka era dalam pemahaman tentang keamanan. Definisi keamanan pasca-perang dingin tidak lagi bertumpu pada konflik ideologis antara blok barat dan blok timur. Konsep keamanan di perluas tidak hanya pada militeristik, tetapi telah berkembang berbagai aspek seperti: pemberantasan kejahatan internasional, perdagangan barang terlarang, dan berbagai masalah kejahatan lainnya. Kemudian, Pasca-perang dingin konsep keamanan tidak lagi diartikan secara sempit sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar Negara , tetapi juga terpusat pada keamanan untuk masyarakat . Ini artinya soal-soal yang dulu dipandang sebagai urusan internal suatu Negara semakin memerlukan kerjasama dengan Negara lain dalam cara mengatasinya.
Dalam dunia kemaritiman, keamanan maritm juga telah meluas tidak hanya konsep pertahanan laut terhadap ancaman militer dari Negara lain tetapi juga termasuk ancaman non-militer antara lain perlindungan kelestarian alam, jalur perdagangan, pemberantasan aksi ilegal di laut dan lain-lain. Menyangkut keamanan dalam dunia maritim menjadi tangungjawab dari semua Negara dari berbagai bentuk ancaman . Berkaitan dengan konsep diatas, ada Salah satu isu keamanan laut atau maritim akhir-akhir ini yang menjadi perhatian besar dari masyarakat internasional maupun dari berbagai Negara adalah aktivitas perompakan dilaut selat malaka . kegiatan ini telah meningkat dalam lingkup intensitas dan kompleksitas yang tinggi, sehingga mengacam kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Negara kawasan.
Pengamanan selat malaka merupakan sebagai perwujudan Ketahanan maritime dan hak kedaulatan bagi ketiga Negara yaitu: Indonesia, Malaysia, dan Singapura dari berbagai praktik-praktik keyahatan yang dilakukan oleh black man yang terus menyebabkan kawasan ini menjadi sebuah target pembajakan dan target terorisme. Pembajakan di Selat Malaka menjadi masalah yang mendalam akhir-akhir ini. Maka Kepala Staf Angkatan Laut Indonesia (Kasal) Laksamana Slamet Soebijanto menyatakan, sistem pengamanan maritim terpadu atau Integrated Maritime Security System (IMSS) di Selat Malaka akan segera dilakukan sehingga pengamanan di wilayah perairan itu dapat diwujudkan secara lebih terpadu. Kepala Staf Angkatan Laut Indonesia (Kasal) Laksamana Slamet Soebijanto dengan pemberlakuan IMSS (Integrated Maritime Security System) bertujuan untuk meyakinkan dunia Internasional bahwa Indonesia bersama tiga negara lainya yakni Malaysia, Singapura dan Thailand mampu mengamankan Selat Malaka.

Dengan demikian, Selat Malaka adalah sebuah selat yang terletak di antara semenanjung Malaysia, Singapura dan  Indonesia  (Riau Island). Dari segi ekonomi dan strategis; Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti terusan SUEZ atau terusan PANAMA. Selat malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara samudra Hindia dan samudra Pasifik serta, menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Cina.
Sebanyak 50.000 kapal melintasi selat malaka setiap tahunnya, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini; pada tahun 2003, jumlah itu diperkirakan mencapai 11 juta barel minyak per hari, suatu jumlah yang dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari tiongkok. Oleh karena lebar Selat Malaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Semua faktor tersebut menyebabkan kawasan ini menjadi sebuah target pembajakan dan kemungkinan target terorisme. Pembajakan di selat malaka menjadi masalah yang sangat komleks akhir-akhir ini, meningkat dari 25 serangan pada tahun 1994 hingga mencapai rekor 220 pada tahun 2000. Lebih dari 150 serangan terjadi pada tahun 2003 jumlah ini mencakup sekitar sepertiga dari seluruh pembajakan pada tahun 2003. Frekuensi serangan meningkat kembali pada paroh awal 2004, dan angka total dipastikan akan melebihi rekor tahun 2000. Sebagai tanggapan dari krisis ini, angkatan laut Indonesia, Malaysia dan Singapura meningkatkan frekuensi pengamanan dengan menggunakan patroli di kawasan tersebut pada juli 2004.
Ketakutan akan munculnya aksi terorisme berasal dari kemungkinan sebuah kapal besar dibajak dan ditenggelamkan pada titik terdangkal di selat malaka (kedalamannya hanya 25 m pada suatu titik) sehingga dengan efisien menghalang lajur pelayaran. Apabila aksi ini berhasil dilancarkan dengan sukses, efek yang parah akan timbul pada dunia perdagangan. Pendapat antara spesialis keamanan berbeda-beda mengenai kemungkinan terjadinya serangan terorisme.

Di kawasan asia tenggara, wilayah selat malaka tetap menjadi fokus masyarakat internasional karena lalu-lintas transportasi perdagangan dunia melalui perairan tersebut. Posisi strategis Selat Malaka telah mendorong keinginan negara-negara kekuatan utama untuk ikut berperan langsung dalam pengamanan Selat Malaka. Bagi Indonesia pengamanan langsung Selat Malaka merupakan hak kedaulatan bagi Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Namun demikian Indonesia mengakui kepentingan pengguna lainnya dan berpartisipasi dalam pengamanan tidak langsung dalam bentuk pembangunan kapasitas seperti pendidikan, pelatihan maupun berbagai informasi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik, di satu sisi mempunyai posisi strategis sekaligus tantangan besar dalam mengamankannya. Sesuai dengan konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki tiga alki (alur laut kepulauan Indonesia) dan beberapa choke points yang strategis bagi kepentingan global, seperti di Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar. Pengamanan alki serta seluruh choke points tersebut merupakan agenda strategis bagi kepentingan nasional Indonesia serta masyarakat Internasional.
Perkembangan penting lain dalam pengamanan Selat Malaka yaitu; melakukan kerja sama pengamanan pertahanan terjadi dalam peningkatan hubungan dengan beberapa negara, baik dalam lingkup regional maupun di luar kawasan. Dalam lingkup regional, kerja sama pertahanan dilaksanakan antara lain dalam pengamanan Selat Malaka melalui forum pertemuan menteri pertahanan ASEAN, serta usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat keamanan ASEAN, sedangkan kerja sama pertahanan di luar kawasan juga mengalami peningkatan dengan membangun kemitraan strategis di kawasan asia pasifik dan beberapa anggota forum regional asean (arf).
Selama empat tahun terakhir juga terjadi peningkatan kerja sama pertahanan dengan beberapa negara yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pertahanan secara bilateral dan dialog pertahanan.substansi yang dalam buku putih Indonesia edisi 2008 adalah pemutakhiran kebijakan pertahanan dalam konteks perubahan yang berimplikasi terhadap penyelenggaraan fungsi pertahanan negara. Konteks perubahan, seperti yang diuraikan di atas mencakupi dinamika lingkungan strategis, baik global, regional maupun dalam konteks nasional.


by. mabel yanuar,,,unjani international student


"PELUANG DAN TANTANGAN HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA – AUSTRALIA TA.2009"

Pada 11 Maret 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat kehormatan sebagai kepala Negara pertama di era Perdana Mentri Kevin Rudd untuk menyapaikan pidato di depan anggota sidang parlemen Australia di Canbera. Kevin Rudd terpilih menjadi perdana mentri pada November 2007 menggantikan John Winston Howard. Di depan Rudd dan anggota parlemen Australia SBY mengakui kemitraan Indonesia dan Australia saat ini dalam keadaan solid dan kuat, namun masih ada sejumlah tatanggan . Untuk itu diperlukan perubahan pola pikir pada beberapa warga Indonesia dan Australia. Persoalan yang terus menerus ada dalam hubungan kedua Negara adalah Steroptip lama yang membuat setiap pihak menggambarkan pihak lain dalam kesan buruk. Menurutnya ada orang Australia yang masih melihat Indonesia sebagai Negara otoriter atau dictator militer atau sebagai sarang ekstremis Islam, atau bahkan sebagai kekuatan ekspansionis. Disisi lain, ada orang Indonesia yang masih mengidap aussiephobia. Mereka yang percaya bahwa konsep white Australia masih ada. Selanjutnya presiden kedua Negara menyatakan kerjasama di empat bidang, yaitu: Politik, ekonomi, kesejahtraan rakyat, dan lingkungan hidup .
Lebih insentif lagi Rudd secara khusus meminta Indonesia dan Australia lebih menginsentifkan mengenai persoalan penyeludupan manusia ( people Smuggling) ke Australia melalui Indonesia. “Pembicaraan tersebut lebih efektif, secara teknik dan detail untuk mencapai tujuan yang lebih baik .Setelah menangapi himbauan itu, Presiden SBY menyatakan penanganan masalah penyeludupan manusia ke Australia harus dilakukan secara bersama-sama antara indonesia-Australia, Negara asal, dan lembaga-lembaga Internasional.

Dengan demikian, hubungan bilateral Indonesia dan Australia tergolong hubungan yang sangat unik, di satu sisi menjanjikan berbagai peluang kerjasama yang terkait, namun di sisi lain juga penuh dengan berbagai tantangan. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai perbedaan menyolok diantara kedua negara dan bangsa bertetangga, yang terkait dengan kebudayaan, tingkat kemajuan pembangunan, orientasi politik yang mengakibatkan pula perbedaan prioritas kepentingan. Tidak dipungkiri, perbedaan-perbedaan tersebut akan menciptakan berbagai masalah yang akan selalu mewarnai hubungan kedua negara di masa-masa mendatang. Adalah naif, jika ada yang berpendapat bahwa pada suatu titik hubungan kedua negara akan tercipta sedemikian rupa sehingga terbebas dari masalah. Sebaliknya data empiris menunjukkan bahwa hubungan kedua negara memiliki kecenderungan yang sangat fluktuatif, sehingga para pemimpin serta masyarakat kedua negara dituntut untuk selalu siap dengan berbagai solusi menghadapi setiap masalah yang muncul.
Sejak lepasnya Timor-Timur dari Indonesia pada tahun 1999, pemerintah kedua negara telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi ketegangan hubungan yang ditimbulkan dari 'campur tangan' Australia di bekas propinsi ke-27 Indonesia tersebut, dalam rangka mencapai suatu tahapan hubungan yang sehat, dewasa, dan berkesinambungan. Maka Seperti, kunjungan SBY diawali juga oleh kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid ke Australia, bulan Juni 2001 yang lalu diikuti oleh kunjungan Perdana Menteri John Howard ke Indonesia, bulan Agustus 2001. Pada kesempatan kedua kunjungan tersebut, kedua belah pihak menggarisbawahi pentingnya membangun rasa saling percaya dan saling pengertian serta mengembangkan dialog guna memperkuat ikatan antar dua bangsa. Kedua pemimpin juga menegaskan kembali keinginan kuat untuk memperbaiki hubungan melalui berbagai kerjasama di berbagai bidang.
Dalam kunjungan ke-dua ke Indonesia (Februari 2002), Perdana Menteri John Howard menyatakan bahwa Pemerintah Australia akan selalu siap membantu Pemerintah RI keluar dari krisis ekonomi sembari menegaskan dukungan penuh Pemerintah Australia terhadap integritas dan keutuhan wilayah RI, yang sekaligus mementahkan harapan sementara kalangan yang mengharapkan dukungan Australia untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa segelintir individu di berbagai belahan dunia, dan kemungkinan juga di Australia, beranggapan dan berharap agar Papua serta Aceh lepas dari Indonesia, tanpa menyadari dampak politis dan instabilitas keamanan yang akan ditimbulkan, terutama untuk kawasan.
Pemerintah Australia menaruh perhatian besar terhadap setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Salah-satu indikatornya adalah kedatangan Perdana Menteri John Howard bersama beberapa Kepala Negara/Pemerintah negara sahabat pada tanggal 19 - 20 Oktober 2004 yang lalu dalam rangka menghadiri pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sesuatu yang baru pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan kunjugan ke-sembilan John Howard selama menjadi Perdana Menteri Australia.


Selain pemerintah, berbagai kalangan di Australia juga menaruh perhatian besar kepada Indonesia yang terlihat dari berbagai sorotan masyarakat, terutama kalangan media terhadap Indonesia. Penyebab utamanya, antara lain: pertama, Indonesia dipandang sebagai negara besar, sekaligus tetangga terdekat Australia, sehingga setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia selalu diikuti dan berdampak (positif atau negatif) terhadap Australia; kedua, 31% rakyat Australia menganggap Indonesia sebagai ancaman terbesar seperti yang ditemukan oleh hasil survei 'the Australian Strategic Policy Institute' tahun 2001 dan kembali dipublikasikan pada tahun 2004 menjelang penyelenggaraan pemilihan umum Australia (9 Oktober 2004). Berkembangnya isu-isu sensitif antara kedua negara saat itu, antara lain Timor Timur, kasus migran gelap Kapal Tampa dan beberapa kasus serupa yang menggunakan Indonesia sebagai batu loncatan menuju Australia serta merebaknya tindakan terorisme yang memanipulasi ajaran Islam yang berpuncak pada serangan 11 September 2001 di New York disusul peledakan bom Bali, Hotel JW Marriot (2003), dan 2009 , serta Kuningan (2004), seolah-olah memberikan 'pembenaran' terhadap hasil survei tersebut; dan, ketiga, media Australia memiliki beban 'psikologis' atas tewasnya 5 (lima) wartawannya di Balibo, Timor Timur (1975) yang menurut mereka dilakukan oleh Kopassus, walaupun serangkaian penyelidikan yang dilakukan oleh Australia telah membantah tuduhan tersebut. Ketiga faktor di atas akan selalu mempersulit (inhibit) upaya-upaya Indonesia untuk membangun dan meningkatkan hubungan bilateral dengan Australia (Sherman Report).

BY.MABEL YANUAR,,,UNJANI INTERNATIONAL STUDENT

"NASIP RAKYAT PAPUA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)"

  Nasip Rakyat Papua Di Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) tidak terlepas dari sejarah masa lalu. Sebab, hari ini bangsa...